SETTING ULANG KATA “PELANGI” DALAM PIKIRAN KITA
Pelangi memiliki kolokasi makna indah, ceria, lagu, anak-anak, langit, hujan, awan, warna-warni, kue lapis dan lain-lain. Warna pelangi adalah warna keseharian dalam kehidupan kita, warna yang timbul dari ekspresi kegembiraan, keceriaan, suka cita dan bahagia Bahkan di sekolah, anak-anak sering bernyanyi lagu Pelangi dengan berseri-seri serta mengagumi keindahan ciptaan Tuhan. Melekat dalam pikiran kita sejak kecil tentang indahnya Pelangi, apabila hujan turun dan ada sinar mentari, maka anak-anak berlarian keluar untuk menikmati indahnya Pelangi. Sebagai symbol keindahan, pelangi juga menjadi hiasan di berbagai objek dan kegiatan. Hiasan kue ualng tahun, hiasan kamar anak, atau hiasan dekorasi acara-acara anak-anak.
Pelangi memiliki konotasi makna keindahan yang edukatif. Dalam pelajaran IPA di Sekolah Menengah, guru kita pernah mengajarkan warna Pelangi dengan singkatan dalam jembatan keledai mejikuhibiniu. ( dalam Wikipedia Bahasa Indonesia: Jembatan keledai adalah cara untuk mengingat atau menghafalkan sesuatu yang digunakan dalam bidang pendidikan. Jembatan keledai sering berupa kata atau suku kata yang ditambahkan pada susunan kata yang ingin dihafal agar terbentuk kalimat dengan arti yang menarik atau masuk di akal. Salah satu contoh yang paling populer adalah singkatan “mejikuhibiniu” untuk mengingat warna pelangi: merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu)
Dalam benak kita, di alam bawah sadar kita, kata Pelangi memiliki makna positif dan edukatif. Hal ini terjadi bertahun-tahun dari dulu sampai sekarang.
Lain ceritanya sekarang ini, Pelangi bukan lagi sebagai symbol keindahan ciptaan Tuhan tetapi sebagai symbol kaum yang menetang Tuhan. Bendera Pelangi adalah symbol khas LGBT yang mengandung makna seksualitas manusia berwarna-warni. Lesbian, Gay, Biseksual,dan Transgender gencar mengibarkan bendera Pelangi untuk mengkampanyekan eksistensi diri dan kelompoknya. Bahkan sekarang sudah berkembang dengan LGBTQ. Tambahan huruf Q (Queer) adalah orang yang masih mempertanyakan identitas seksualnya. Gerakan LBGTQ secara masif, intensif, ekspansif, dan konsisten terus bergerak agar jumlah mereka bertambah. Dengan banyaknya jumlah mereka, maka mereka akan terus menuntut agar eksistensi mereka diakui.
Para pendidik, orang tua dan seluruh masyarakat harus mulai men setting ulang, istilah Pelangi dalam pikirian kita. Kita harus waspada dengan fenomena ini. Kita harus selamatkan anak didik kita, anak turun kita dan masyarakat di sekitar kita dari kelompok orang berbendera Pelangi. Bendera Pelangi yang berkibar memiliki pesan atas dukungan terhadap kaum LGBTQ. Berbagai aksesoris LGBT dijual bebas di toko online seperti gelang, casing handphone, cincin, kaos tangan, boneka, mainan anak-anak, dan berbagai souvenir lainnya. Jangan sampai anak-anak kita karena ketidak tahuannya mereka membeli dan menggunakan symbol-simbol LGBTQ.
Kampanye produk-produk LGBTQ telah terang-terangan ada di depan kita. Oleh karena itu, kita harus terang-terangan untuk menolak segala macam bentuk upaya kaum LGBTQ dalam menyebarkan virus nya di masyarakat. Perilaku LGBTQ adalah perilaku menyimpang baik secara agama maupun psikologis yang harus kita luruskan, kita selamatkan, kita cegah penularnnya. Mereka adalah sasaran dakwah kita, mereka bukan musuh kita. Namun demikian, apabila mereka tidak mau mengikuti ajakan dakwah kita, maka mereka harus diasingkan agar tidak menular di masyarakat.
Perilaku LGBTQ adalah perilaku yang menyimpang, kelompok LBGTQ adalah jelmaan kaum Sodom yang hidup pada masa nabi Luth. Kaum yang digambarkan memiliki sikap yang keji, kasar, menindas, merampok dan menyukai sesama jenis. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran surat Al anbiyaa, ayat 74-75,
“Kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya, mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik. Kami memasukkannya (Nabi Luth) ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya dia termasuk golongan orang-orang yang saleh.”
(QS Al-Anbiyaa’: 74-75).
Dakwah nabi Luth terhadap kaum Sodom ini, malah dibalas dengan ancaman pengusiran terhadap nabi luth, sebagaimana dikisahkan dalam Al-Quran surat surat Asy-Syu’ara ayat 160-167
“Kaum Luth telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul terpercaya (yang diutus) kepadamu. Maka, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (ajakan) itu. imbalanku tidak lain hanyalah dari tuhan semesta alam. Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia (berbuat homoseks)? Sementara itu, kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istrimu? Kamu (memang) kaum yang melampaui batas.” Mereka menjawab, “Wahai Luth, jika tidak berhenti (melarang kami), niscaya engkau benar-benar akan termasuk orang-orang yang diusir.”
(Asy-Syu’ara: 160-167).
Kemudian Allah menurunkan azab kepada kaum Sodom di waktu subuh berupa angin yang membawa batu-batu sebagaimana firman Allah dalam Al Quran surat Al Qomar ayat 33-39:
“Kaum Luth pun telah mendustakan ancaman-ancaman (nabinya). Sesungguhnya, Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Kami selamatkan sebelum fajar menyingsing. Sebagai nikmat dari kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Dan, sesungguhnya dia (Luth) telah memperingatkan mereka akan azab-azab Kami. Maka, mereka mendustakan ancaman-ancaman itu. Dan, sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka. Maka, rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan, sesungguhnya pada esok harinya, mereka ditimpa azab yang kekal. Maka, rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.”
(QS Al-Qamar: 33-39)
Siksa Allah terhadap kaum nabi Luth termasuk isteri nabi Luth terjadi pada subuh dini hari sebagaimana dikisahkan dalam Al Quran surat Hud ayat 77-81:
“Ketika para utusan Kami (malaikat) datang kepada Luth, dia merasa gundah dan dadanya terasa sempit karena (kedatangan) mereka. Luth berkata, “Ini hari yang sangat sulit.” Kaumnya bergegas datang menemuinya. Sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan keji. Luth berkata, “Wahai kaumku, inilah putri-putri (negeri)-ku. Mereka lebih suci bagimu (untuk dinikahi). Maka, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)-ku di hadapan tamuku ini. Tidak adakah di antaramu orang yang berakal sehat?” Mereka menjawab, “Sungguh, engkau pasti tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan (syahwat) terhadap putri-putrimu dan engkau tentu mengetahui apa yang (sebenarnya) kami inginkan.” Dia (Luth) berkata, “Sekiranya aku mempunyai kekuatan untuk menghalangi (perbuatan)-mu atau aku dapat berlindung kepada kerabat yang kuat (tentu aku lakukan).” Mereka (para malaikat) berkata, “Wahai Luth, sesungguhnya kami adalah para utusan Tuhanmu. Mereka tidak akan dapat mengganggumu (karena mereka akan dibinasakan). Oleh karena itu, pergilah beserta keluargamu pada sebagian malam (dini hari) dan jangan ada seorang pun di antara kamu yang menoleh ke belakang, kecuali istrimu (janganlah kamu ajak pergi karena telah berkhianat). Sesungguhnya dia akan terkena (siksaan) yang menimpa mereka dan sesungguhnya saat (kehancuran) mereka terjadi pada waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat?”
(QS Hud: 77-81).
LGBTQ adalah masalah kita semua, kita punya dua pilihan mengajak atau melawan. Kita mengajak mereka ke jalan yang benar atau kita akan melawan mereka agar terhindar dari siksa Tuhan sehingga peradaban manusia tetap terjaga
Penulis: Dr. Hanip Pujiati (Sekjen Pimpinan Pusat Wanita Islam & Dosen Universitas Negeri Jakarta)