AISYAH UMMUL MUKMININ
“Dari Umar ibnul Ash dikatakan bahwa dia bertanya kepada Nabi saw.: ‘Siapa orang yang paling engkau cintai?’ Beliau menjawab: ‘Aisyah.’ Aku bertanya lagi: ‘Dari kalangan pria?’ Beliau menjawab. ‘Bapaknya.'” (HR Bukhari dan Muslim)243
Lingkungan Khusus Tempat Aisyah r.a. Dibesarkan
Urwah bin Zubair mengatakan bahwa Aisyah, istri Nabi saw. berkata: “Aku tidak menyadari kenyataan bahwa kedua orang tuaku telah memeluk agama Islam, dan tiada hari yang mereka lewati kecuali Rasulullah datang ke rumah kamu baik siang maupun malam hari. Kemudian ketika kaum muslimin mendapat cobaan, Abu Bakar keluar untuk berhijrah dengan tujuan negeri Habasyah. Ketika dia sampai di Barkal Ghimad (Yaman), dia bertemu dengan Ibnu Daghinah, pemimpin Kabilah Qarah. Dia bertanya: ‘Mau kemana kamu, wahai Abu Bakar?’ Abu Bakar menjawab: ‘Kaumku telah mengusirku, karena itu aku akan mengembara di muka bumi sehingga aku bisa beribadah kepada Tuhanku.’ Ibnu Daghinah berkata: ‘Orang sepertimu ini, wahai Abu Bakar, tidak mungkin keluar dan tidak mungkin dikeluarkan. Sebab engkau suka memenuhi kebutuhan orang yang tidak punya, suka menyambung tali persaudaraan, suka memikul beban orang lain, suka memuliakan tamu, dan suka membantu para penegak kebenaran. Saya siap menjadi penanggunganmu. Kembalilah dan beribadahlah kepada Tuhanmu di negerimu.’ Akhirnya Abu Bakar kembali, dan Ibnu Daghinah ikut berangkat bersama Abu Bakar. Kemudian Ibnu Daghinah berkeliling menemui tokoh-tokoh Quraisy pada sore harinya. Ibnu Daghinah berkata kepada mereka: ‘Sesungguhnya orang yang seperti Abu Bakar tidak boleh keluar dan tidak boleh dikeluarkan. Apakah kalian mengeluarkan seseorang yang suka mencukupi kebutuhan orang yang tidak punya, suka menjalin hubungan kekeluargaan, suka memikul beban orang lain, suka memuliakan tamu, dan senantiasa membantu para pembela kebenaran?’ Biasanya orang Quraisy tidak pernah menyepelekan orang yang dilindungi oleh Ibnu Daghinah. Mendengar kata-kata itu mereka berkata kepada Ibnu Daghinah: ‘Suruhlah Abu Bakar beribadah kepada Tuhannya di rumahnya saja. Silakan dia shalat dan membaca apa yang dia inginkan. Tapi jangan sampai mengganggu kami dan jangan melakukannya secara terang-terangan, sebab kami khawatir hal itu memperdaya para istri dan anak-anak kami.’Pernyataan orang Quraisy itu disampaikan oleh Ibnu Daghinah kepada Abu Bakar. Semenjak itu Abu Bakar beribadah kepada Tuhannya di rumahnya, tidak memperlihatkan shalat dan tidak membaca apa-apa kecuali di rumahnya. Kemudian terlintas dalam benak Abu Bakar untuk membangun masjid di pekarangan rumahnya, lalu niatnya itu dia laksanakan. Di situlah Abu Bakar shalat dan membaca Al-Qur’an. Maka berdatanganlah ke tempat itu wanita-wanita kaum musyrik dan anak-anak mereka yang kagum melihat apa yang dikerjakan oleh Abu Bakar. Abu Bakar adalah seorang yang mudah menangis. Dia tidak kuasa membendung air matanya kalau sudah mulai membaca Al-Qur’an. Hal tersebut membuat para pemuka Quraisy merasa khawatir. Lalu mereka mengirim utusan untuk memanggil Ibnu Daghinah.
Maka datanglah Ibnu Daghinah. Mereka berkata: ‘Kami telah memperbolehkan Abu Bakar untuk melakukan ibadah di rumahnya dengan jaminan keamanan darimu. Tetapi dia telah melanggar syarat yang kami tentukan. Dia telah membangun sebuah masjid di pekarangan rumahnya. Dia memperlihatkan shalatnya dan membaca Al-Qur’an di situ. Kami khawatir sekali perbuatannya itu akan memperdaya istri-istri dan anak-anak kami. Karena itu cobalah engkau larang dia. Kalau dia bersedia melakukan ibadah di rumahnya saja, maka lakukanlah. Tapi kalau dia keberatan dan tetap bersikeras untuk melanjutkan perbuatannya itu, maka mintalah dia supaya mengembalikan kepadamu jaminan keamanan yang telah kamu berikan kepadanya. Kami tidak mau mengkhianati, di samping kami juga tidak bisa menerima perbuatan Abu Bakar itu terus berlanjut.’ Aisyah berkata bahwa kemudian Ibnu Daghinah pergi menemui Abu Bakar, dan berkata: ‘Kamu sudah tahu apa yang aku janjikan padamu. Sekarang kamu pilih, apakah menerima syarat perjanjian kita atau kamu mengembalikan jaminan perlindungan yang telah kuberikan padamu. Sebab aku tidak ingin orang-orang Arab mendengar bahwa aku mengkhianati janji terhadap seseorang yang telah aku buat perjanjian dengannya.’ Abu Bakar berkata: ‘Sekarang akan aku kembalikan jaminanmu dan aku ridha dengan jaminan keamanan dari Allah SWT.’ Ketika itu Nabi saw. masih berada di Mekah. Beliau berkata kepada umat Islam: ‘Telah diperlihatkan Allah kepadaku tempat hijrah kalian. Satu tempat yang kaya kurma, terletak di antara dua daerah yang berbatu hitam, maka hijrahlah orang-orang menuju Madinah. Demikian pula halnya orang-orang yang sudah berhijrah ke Habsyah, umumnya mereka kembali ke Madinah. Abu Bakar pun sudah bersiap-siap untuk hijrah ke Madinah.’ Lalu Rasulullah saw. berkata kepadanya: ‘Sabarlah dulu Abu Bakar. Aku juga berharap semoga Allah mengizinkanku (berhijrah).’ Abu Bakar bertanya: ‘Apakah engkau juga berharap demikian (wahai Rasulullah)?’ Rasulullah saw. menjawab: ‘Ya.’ Lalu Abu Bakar menahan dirinya demi Rasulullah saw., agar dia bisa menemani beliau nantinya. Selanjutnya Abu Bakar menyiapkan dua ekor unta dan memberi makan untanya dengan daun samur selama empat bulan.’ Aisyah berkata bahwa pada suatu hari, ketika sedang duduk-duduk di siang hari yang sangat panas, tiba-tiba ada seseorang berkata kepada Abu Bakar: ‘Ini Rasulullah saw. datang dengan bertudung kepala. Sebelumnya beliau tidak pernah berkunjung pada saat seperti ini, lalu Abu Bakar berkata: ‘Ayah ibuku tebusannya. Demi Allah, beliau tidak akan datang pada saat seperti ini kecuali untuk sesuatu urusan yang sangat penting.’ Aisyah berkata bahwa kemudian Rasulullah saw. datang, kemudian minta izin dan Abu Bakar pun mengizinkannya masuk. Beliau berkata kepada Abu Bakar: ‘Suruhlah keluar orang-orang yang ada bersamamu!’ –Menurut riwayat Musa bin Uqbah, Aisyah berkata bahwa ketika itu tidak ada orang yang bersama Abu Bakar kecuali aku sendiri dan Asma244– Abu Bakar menjawab: ‘Demi bapakku, sebenarnya mereka adalah keluargamu, wahai Rasulullah.’ Nabi saw. berkata: ‘Sesungguhnya Allah telah mengizinkan untuk keluar (hijrah).’ Abu Bakar berkata: ‘Apakah aku boleh menemanimu, wahai Rasulullah?’ Rasulullah saw. berkata: ‘Ya.’ Abu Bakar berkata: ‘Demi bapakku, kalau begitu, ambillah salah satu dari kedua untukku ini.’ Rasulullah saw. berkata: ‘(Tetapi harus) dengan harga.'” Aisyah berkata: “Lalu kami mempersiapkan kedua unta itu secepat mungkin. Kami buatkan bekal untuk mereka berdua dalam kantong. Asma binti Abu Bakar memotong kain ikat pinggangnya untuk dijadikan pengikat mulut kantong tersebut. Karena itulah Asma dijuluki dengan dzatun nithaq (wanita berikat pinggang).” Selanjutnya Aisyah berkata: “Kemudian Rasulullah saw. dan Abu Bakar berangkat menuju gua di Bukit Tsur.” (HR Bukhari)245
Dalam kitab Fathul Bari disebutkan: “Aisyah adalah ash-Shiddiqah binti ash- Shiddiq (gadis jujur, putri seorang yang jujur). Ibunya bernama Ummu Ruman. Aisyah lahir dalam era Islam, delapan tahun sebelum peristiwa hijrah (atau sekitar waktu tersebut). Nabi saw. wafat ketika Aisyah berusia delapan belas tahun. Sementara Aisyah wafat pada zaman khalifah Mu’awiyah, yaitu tahun 58, atau tahun berikutnya.”
Allah Memilih Aisyah r.a. sebagai Istri Rasulullah saw.
Aisyah berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku melihat dirimu dalam mimpi –dua kali247 atau tiga malam.248 Malaikat datang kepadaku membawamu dalam selembar kain sutera seraya berkata: ‘Inilah istrimu.’ Ketika kain yang menutupi wajahmu itu aku singkapkan ternyata kamu. Lalu aku berkata: ‘Kalau itu memang datang dari sisi Allah, maka pasti akan terlaksana.'” (HR Bukhari dan Muslim)
Resepsi Perkawinan Aisyah r.a.
Aisyah r.a. berkata: “Nabi saw. menikahiku ketika aku masih berusia enam tahun. Kami berangkat ke Madinah. Kami tinggal di tempat Bani Harits bin Khazraj. Kemudian aku terserang yenyakit demam panas yang membuat rambutku banyak yang rontok. Kemudian ibuku, Ummu Ruman, datang ketika aku sedang bermain-main dengan beberapa orang temanku. Dia memanggilku, dan aku memenuhi panggilannya, sementara aku belum tahu apa maksudnya memanggilku. Dia menggandeng tanganku hingga sampai ke pintu sebuah rumah. Aku merasa bingung dan hatiku berdebar-debar.
Setelah perasaanku agak tenang, ibuku mengambil sedikit air, lalu menyeka muka dan kepalaku dengan air tersebut, kemudian ibuku membawaku masuk ke dalam rumah itu. Ternyata di dalam rumah itu sudah menunggu beberapa orang wanita Anshar. Mereka menyambutku seraya berkata: ‘Selamat, semoga kamu mendapat berkah dan keberuntungan besar.’ Lalu ibuku menyerahkanku kepada mereka. Mereka lantas merapikan dan mendandani diriku. Tidak ada yang membuatku kaget selain kedatangan Rasulullah saw. Ibuku langsung menyerahkanku kepada beliau, sedangkan aku ketika itu baru berusia sembilan tahun.'” (HR Bukhari dan Muslim)
Kedudukan Aisyah r.a. dalam Bidang Keilmuan
Abu Malikah berkata bahwa Aisyah tidak pernah mendengar sesuatu yang belum dipahaminya, kecuali dia mengulanginya (menanyakannya kembali) sehingga dia paham betul, dan bahwa Nabi saw. pernah bersabda: “Barangsiapa yang dihisab, maka dia akan diazab.” Aisyah berkata: “Lalu aku bertanya: ‘Bukankah Allah SWT berfirman: “Ia akan dihisab (diperhitungkan) dengan perhitungan yang mudah?” Aisyah berkata bahwa Nabi saw. menjawab: “Itu adalah kemudahan ketika diajukan ke timbangan (perhitungan). Tetapi barangsiapa yang diteliti timbangannya dengan berkelit-kelit, maka dia akan binasa.” (HR Bukhari)251
Aisyah r.a., istri Nabi saw., mengatakan bahwa dirinya bertanya kepada Nabi saw.: “Apakah engkau pernah mengalami suatu hari yang lebih berat daripada hari Perang Uhud?” Nabi saw. menjawab: “Ya, yaitu apa yang aku temukan dari kaummu. Dan yang paling berat aku temukan dari mereka adalah pada hari Aqabah, yaitu ketika aku memperkenalkan diriku kepada Ibnu Abdi Ya Lail bin Abdi Kulal. Dia tidak menyambutku seperti yang kuinginkan. Akhirnya aku pergi dengan perasaan sedih sekali. Aku tidak sadar kemana arah yang dituju. Ternyata aku sudah sampai di suatu daerah yang bernama Qarnu ast-Tsa’alib (yang berjarak tempuh satu hari satu malam dari Mekah). Lalu aku mengangkat kepalaku ke arah langit. Ternyata ada segumpal awan yang menaungiku. Ketika aku perhatikan dengan cermat, ternyata dalam awan itu ada Jibril yang memanggilku seraya berkata: ‘Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu dan jawaban mereka terhadapmu. Allah telah mengutus malaikat penunggu gunung kepadamu untuk kamu perintahkan melakukan apa yang kamu inginkan terhadap mereka.’ Tidak lama kemudian malaikat penunggu gunung memanggil-manggilku dan mengucapkan salam kepadaku, lalu berkata: ‘Wahai Muhammad, apa yang engkau inginkan? Apakah engkau menginginkan supaya aku menjepitkan kedua gunung itu terhadap mereka?’ Nabi saw. menjawab: ‘Jangan, aku berharap mudah-mudahan Allah berkenan melahirkan dari tulang rusuk mereka orang yang mau menyembah Allah, dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.”‘ (HR Bukhari dan Muslim)252
Aisyah berkata: “Aku pernah bertanya kepada Nabi saw. mengenai dinding Ka’bah, apakah itu termasuk Baitullah?” Beliau menjawab: “Ya.” Aku bertanya: “Mengapa mereka tidak memasukkannya ke dalam Baitullah?” Beliau menjawab: “Karena kaummu kekurangan dana.” Aku bertanya: “Mengapa pintunya agak tinggi?” Beliau menjawab: “Mereka merancangnya seperti itu supaya mereka bisa memasukkan orang yang mereka kehendaki dan mencegah orang yang tidak mereka kehendaki. Kalau tidaklah karena pertimbangan bahwa kaummu baru saja meninggalkan masa jahiliah dan tidak merasa khawatir jika mereka akan mengingkarinya, niscaya aku akan memasukkan tembok itu ke dalam Baitullah dan akan aku letakkan temboknya di bagian bawah saja.” Menurut riwayat Muslim: “Jika sepeninggalku nanti mereka mempunyai gagasan untuk memugarnya, maka kemarilah kamu untuk memperlihatkan kepada mereka apa yang perlu dipugar.” Selanjutnya Nabi saw. memperlihatkan kepada Aisyah kurang lebih sekitar tujuh hasta. (HR Bukhari dan Muslim)253
Masruq berkata: “Aku sedang bersandar di rumah Aisyah, lalu dia berkata: ‘Hai Abu Aisyah (Masruq), ada tiga hal yang barangsiapa membicarakan salah satu diantaranya, maka benar-benar besar kebohongannya atas Allah.’ Aku bertanya: ‘Apa yang tiga hal itu?’ Aisyah berkata: ‘(Pertama) barangsiapa yang menyangka bahwa Muhammad saw. melihat Tuhannya, maka benar-benar besar kedustaannya atas Allah.’ Aku yang semula bersandar lalu duduk seraya berkata: ‘Wahai Ummul Mukminin, tunggu dulu, jangan terburu-buru. Bukankah Allah telah berfirman (Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat-Nya di ufuk yang terang) dan (Sesungguhnya Muhammad telah melihat-Nya pada waktu yang lain)?’ Aisyah berkata: ‘Aku adalah orang pertama dari umat ini yang menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda: ‘Itu adalah Jibril. Aku tidak melihatnya dalam bentuk aslinya kecuali dua kali ini. Aku melihatnya turun dari langit. Kebesaran bentuknya menutupi ruang antara langit dan bumi.’ Kemudian Aisyah berkata: ‘Apakah kamu belum mendengar Allah berfirman: (Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan: dan dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui). Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Allah SWT berfirman: (Dan tidak mungkin bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata dengannya kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir bisa mendengar suara-Nya tapi tidak bisa melihat-Nya) atau dengan mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin Allah apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana).’ Selanjutnya Aisyah berkata: ‘(Kedua) barangsiapa beranggapan bahwa Rasulullah saw. menyembunyikan sesuatu dari Kitab Allah, maka benar-benar besar kedustaannya atas Allah. Allah telah berfirman: (Hai Rasulullah, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu) berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya), (ketiga) barangsiapa yang menyatakan bahwa dia bisa menceritakan apa yang bakal terjadi besok, maka benar-benar besar kedustaannya atas Allah. Allah telah berfirman: (Katakanlah: Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara gaib, kecuali Allah).'” (HR Bukhari dan Muslim)254
Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: “Barangsiapa yang suka bertemu dengan Allah, maka Allah juga suka bertemu dengannya. Dan barangsiapa yang tidak suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun tidak suka bertemu dengannya.” Aku bertanya: “Wahai Nabiyallah, apakah maksudnya membenci kematian? Setiap kita pasti senang pada kematian?”
Beliau menjawab: “Bukan begitu, akan tetapi seorang mukmin, apabila diberi kabar gembira dengan rahmat Allah, keridhaan, dan surga-Nya maka dia pasti suka untuk bertemu dengan Allah, dan Allah pun suka bertemu dengannya. Dan sesungguhnya orang kafir, apabila diberitahu dengan adanya siksa dan murka Allah, maka tidak akan suka bertemu Allah, dan Allah pun juga tidak suka bertemu dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim)255
Aisyah berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘(Pada hari kiamat) manusia dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan belum berkhitan.’ Aku bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah antara kaum laki-laki dan kaum wanita saling melihat satu sama lainnya?’ Beliau menjawab: ‘(Wahai Aisyah), keadaan pada saat itu lebih penting daripada saling melihat antara yang satu dengan yang lainnya.'” (HR Bukhari dan Muslim)256
Aisyah berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai firman Allah: (Yaitu pada hari bumi diganti dengan bumi lain dan demikian pula langit), maka di manakah manusia berada ketika itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Di atas shirath (titian).” (HR Muslim)257
Urwah berkata. “Abdullah bin Amru lewat ke tempat kami ketika dia hendak melaksanakan ibadah haji. Lalu aku mendengar dia berkata: ‘Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu setelah Allah memberikannya kepada kalian. Akan tetapi Allah akan mencabut ilmu dari mereka dengan cara mencabut (nyawa) para ulama berikut ilmu mereka. Yang tinggal adalah orang-orang bodoh yang jika diminta fatwanya, mereka berfatwa berdasarkan pendapatnya, sehingga mereka menyesatkan (orang lain) dan dirinya sendiri.” Lalu aku menceritakan apa yang disampaikan Abdullah itu kepada Aisyah, istri Nabi saw. Setelah itu Abdullah bin Amru kembali melaksanakan ibadah haji.’ Lalu Aisyah berkata: ‘Wahai keponakanku, pergilah temui Abdullah. Buktikanlah kepadaku dari Abdullah mengenai apa yang pernah kamu ceritakan kepadaku.’ Lalu aku pergi menemuinya untuk menanyakan masalah tersebut. Abdullah kembali bercerita kepadaku seperti ceritanya yang terdahulu. Akhirnya aku kembali kepada Aisyah untuk menyampaikan hal tersebut. Aisyah merasa kagum dan berkata: ‘Demi Allah, Abdullah bin Amru benar-benar hafal.”‘ (HR Bukhari dan Muslim)258
Aisyah berkata: “Ketika Rasulullah saw. wafat, istri-istri beliau mengutus Utsman menemui Abu Bakar untuk menanyakan bagian warisan peninggalan mereka dan Nabi saw. Lalu Aisyah berkata kepada mereka: ‘Bukankah Rasulullah saw. pernah bersabda: “Peninggalanku tidak dapat diwarisi, itu adalah sedekah.'” (HR Bukhari dan Muslim)